Sempat Ricuh, Mahasiswa BEM se-Jatim Gelar Aksi Demo Evaluasi 100 Hari Prabowo-Gibran

Date:

Surabaya, Sinarpaginews.net – Aksi unjuk rasa gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jawa Timur, dalam rangka evaluasi 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran berlangsung ricuh di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur, Senin (17/2/2025).

Demonstrasi yang digelar di Jalan Indrapura, Surabaya, ini sempat diwarnai aksi pembakaran replika keranda jenazah bertuliskan “Indonesia Gelap”, sebagai simbol kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah.

Sempat Ricuh, Mahasiswa BEM se-Jatim Gelar Aksi Demo Evaluasi 100 Hari Prabowo-Gibran

Ketegangan terus meningkat ketika mahasiswa terlibat aksi saling lempar dengan petugas kepolisian yang berupaya memadamkan api.

Aparat kemudian merespons dengan menyemprotkan meriam air untuk membubarkan massa.

Beberapa mahasiswa sempat diamankan oleh pihak kepolisian karena dianggap sebagai provokator, namun akhirnya dilepaskan setelah situasi mereda.

Tuntutan Mahasiswa

Presiden BEM Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Aulia Thariq Akbar, menjelaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk protes terhadap kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang dinilai berdampak buruk pada dunia pendidikan di Indonesia.

“Kebijakan efisiensi anggaran ini berdampak pada mahalnya biaya pendidikan. Hal ini sangat memberatkan mahasiswa dan rakyat Indonesia,” tegas Aulia. Ia menambahkan, jika tuntutan mereka tidak diindahkan, aksi yang lebih besar akan kembali digelar.

Berikut tuntutan mahasiswa dalam aksi tersebut:

1. Menolak efisiensi anggaran di sektor pendidikan karena dianggap mengancam investasi masa depan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.

2. Memberikan hak-hak dosen yang mangkrak, seperti tunjangan kinerja (Tukin) bagi dosen ASN dan memastikan kesejahteraan tenaga pendidik.

3. Menuntut peninjauan ulang terhadap program Makan Bergizi Gratis dengan mempertimbangkan efektivitas, transparansi, serta dampak kebijakan terhadap kesejahteraan masyarakat luas.

4. Menolak penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di lingkungan kampus, yang berpotensi merusak lingkungan akademik, mencederai independensi perguruan tinggi, serta bertentangan dengan prinsip keberlanjutan.

5. Menolak revisi Tata Tertib DPR RI Nomor 1 Tahun 2025, khususnya Pasal 288A Ayat 1, karena berpotensi membatasi peran serta masyarakat dalam pengawasan terhadap kinerja legislatif serta melemahkan prinsip demokrasi.

6. Menolak Rencana Revisi UU KUHAP & UU Kejaksaan agar tidak menciptakan tumpang tindih hukum dalam proses peradilan serta mencegah terciptanya “absoulte power” kejaksaan karena adanya pelebaran wewenang kejaksaan dalam peradilan perkara.

7. Menuntut kejelasan dan evaluasi keberlanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Sekaligus menuntut untuk evaluasi anggaran pemerintahan di kwartal pertama.

8. Wujudkan Reforma Agraria dengan mencabut Proyek Strategis Nasional (PSN) yang justru merugikan masyarakat, termasuk Surabaya Waterfront Land. Cabut Hak Guna Bangunan (HGB) ilegal di beberapa daerah Jawa Timur.

9. Melakukan evaluasi terhadap instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 sehingga adanya peraturan turunan dari Inpres tersebut.

10. Hapuskan Multifungsi TNI/Polri dalam sektor sipil karena melenceng dari cita-cita Reformasi Indonesia.

Ketua DPRD Jawa Timur, Musyafak Rouf, didampingi anggota legislatif lain termasuk Sekretaris DPRD Jatim, Ali Kuncoro, menemui mahasiswa dan membaca poin tuntutannya.

Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini akan menyampaikan tuntutan mahasiswa kepada pemerintah pusat.

Ketegangan meningkat saat mahasiswa meminta kepada Musyafak Rouf atau pun jajarannya, agar menghubungi (telepon) langsung Presiden Prabowo Subianto, untuk menyampaikan tuntutan mereka.

Namun, permintaan tersebut ditolak karena dinilai tidak masuk akal, lalu Musyafak Rouf dan jajarannya meninggalkan massa.

Kekecewaan mahasiswa semakin memuncak, memicu ketegangan antara massa dan aparat kepolisian.

Sejumlah mahasiswa melempar botol air mineral ke arah petugas yang berjaga. Situasi pun semakin memanas hingga berujung pada kericuhan.

Untuk membubarkan massa, aparat kepolisian menyemprotkan meriam air ke arah peserta demonstran.

Beberapa mahasiwa juga sempat dibawa secara paksa oleh aparat kepolisian karena diduga sebagai provokasi. Namun, tak begitu lama, mereka kemudian dilepaskan setelah keadaan kembali kondusif.(Red)

Share post:

Popular

Artikel Lainnya
Related