Sinarpaginews.net, Surabaya – Rencana aksi demonstrasi bertajuk “Rakyat Jawa Timur Menggugat” yang sedianya digelar di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (3/9/2025), menuai sorotan. Aksi yang diinisiasi sejumlah pihak itu membawa tiga tuntutan: penghapusan tunggakan pajak kendaraan bermotor, pengusutan korupsi dana hibah triliunan rupiah, serta penghapusan pungutan liar di SMA/SMK Negeri Jawa Timur.
Ajakan aksi ramai tersebar di media sosial Facebook dan TikTok dengan slogan “Sampai Menang.” Namun, belakangan muncul tanda tanya: apakah aksi ini murni aspirasi rakyat, atau justru sarat kepentingan politik?
Penggagas aksi diketahui pernah maju sebagai caleg Partai NasDem pada Pileg 2024, namun kalah. Pihak NasDem menegaskan aksi tersebut adalah sikap pribadi, tidak terkait partai.
Publik juga mempertanyakan arah tuntutan. Jika persoalan utama adalah dugaan korupsi hibah, mengapa aksi diarahkan ke Grahadi, bukan ke KPK?
Isu “aksi bayaran” pun mencuat. Peserta disebut-sebut mendapat imbalan Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per orang, sedangkan koordinator bisa mengantongi puluhan juta rupiah. Pola ini dinilai mencederai makna demonstrasi yang seharusnya menjadi ruang aspirasi rakyat.
Dua hari sebelum jadwal, kelompok “Rakyat Jawa Timur Menggugat” mengumumkan pembatalan aksi. Alasannya, situasi tidak kondusif akibat maraknya tindakan anarkis seperti perusakan pos polisi dan pembakaran fasilitas umum.
Kontributor Eko Gagak menegaskan, kebebasan berpendapat adalah hak konstitusional, namun tidak boleh disalahgunakan. “Aksi demonstrasi harus terarah dan murni suara rakyat. Jika demi bayaran atau kepentingan politik, maka itu mencederai demokrasi,” ujarnya.
Rencana aksi yang batal justru menyisakan tanda tanya besar: benarkah untuk rakyat Jawa Timur, atau sekadar panggung politik berkedok aspirasi? (Red)