

Sinarpaginews.net, Jakarta – Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) meminta Dewan Pers untuk meninjau ulang keputusan terkait sengketa pemberitaan Media CMN dengan pelapor DS alias AY. AWDI menegaskan bahwa karya jurnalistik yang dibuat oleh Pemimpin Redaksi Media CMN, I Putu S, adalah produk jurnalistik murni yang dilindungi Undang-Undang Pers.
Ketua DPP AWDI, Budi Wahyudin Syamsu, menegaskan bahwa wartawan yang telah bekerja sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers harus mendapatkan perlindungan hukum.
“Kami melihat bahwa saudara I Putu S telah melaksanakan tugas jurnalistik secara profesional. Karya jurnalistiknya memuat kepentingan umum dan sudah melalui konfirmasi kepada pihak-pihak terkait. Wartawan seperti ini harus dilindungi, bukan dikriminalisasi,” tegas Budi Wahyudin Syamsu, Senin (28/7/2025).
Perkara ini bermula dari terbitnya berita di Media CMN berjudul “Seakan Menjajah, Investor Ini Masuk Kabupaten Jembrana Diduga Caplok Sempadan Sungai” pada 11 April 2024. Berita tersebut mengungkap adanya dugaan pelanggaran aturan pembangunan di sempadan sungai Ijogading di Kabupaten Jembrana, Bali, termasuk adanya dugaan pelanggaran tata ruang.
Pemberitaan itu mendapat protes dari AY melalui kuasa hukumnya, Bambang Suarso, SH dari kantor Great Lawyer. Somasi pertama dikirim pada 25 April 2024 dan telah dijawab secara kooperatif oleh Media CMN melalui Divisi Hukum PT Citra Nusantara Nirmedia. Namun, pelapor kembali mengirimkan somasi kedua yang juga dijawab oleh Media CMN.
Merasa tidak puas, AY kemudian melaporkan pemberitaan tersebut ke Polres Jembrana dan Dewan Pers. Dewan Pers pun memanggil I Putu S untuk menghadiri klarifikasi pada 29 Mei 2024 di Truntum Kuta Hotel Bali.
Dalam klarifikasi tersebut, Dewan Pers menerima aduan adanya komunikasi antara pelapor dan teradu di luar konteks jurnalistik. Pelapor juga mengaku merasa terganggu sehingga memblokir akun WhatsApp teradu. Menurut pelapor, tiga hari setelah itu, berita yang diadukan tayang di Media CMN.
Pada 5 Juli 2024, Dewan Pers menerbitkan surat bernomor 592/DP/K/VI/2024 yang menyatakan permasalahan ini tidak dapat diselesaikan dengan Undang-Undang Pers, karena dianggap bukan untuk kepentingan umum.
Namun, DPP AWDI yang merupakan bagian dari Majelis Pers Independen melakukan investigasi mendalam. Hasilnya, AWDI menemukan bahwa:
Pemberitaan Media CMN berangkat dari temuan warga berinisial IWD yang memprotes pembangunan SPBU dan dugaan pelanggaran aturan jarak sempadan sungai.
I Putu S telah melakukan konfirmasi kepada narasumber, instansi pemerintah daerah Jembrana, Dinas PUPR, BPKAD, termasuk pihak SPBU atau pelapor sebelum berita tayang.
Pemberitaan tersebut mendapat dukungan fakta di lapangan, dimana berikutnya terjadi aksi demo perwakilan warga Kelurahan Pendem di SPBU tersebut, dan dilakukan mediasi di DPRD Kabupaten Jembrana.
Berita tersebut memuat kepentingan publik terkait dugaan pelanggaran aturan sempadan sungai, juga tata ruang dan perlindungan lingkungan.
“Kita tidak boleh menutup mata bahwa ada potensi pelanggaran lingkungan dan aturan sempadan sungai. Jurnalis yang memberitakan hal ini justru sedang menjalankan fungsi kontrol sosial. Jika produk jurnalistik ini langsung dibawa ke ranah pidana, itu sama saja mematikan kebebasan pers,” ujar Budi Wahyudin.
AWDI juga menegaskan bahwa I Putu S tidak melakukan pemerasan, ataupun pencemaran nama baik pribadi. Judul berita yang digunakan, memang bersifat provokatif untuk menarik perhatian pembaca, namun tetap dalam koridor jurnalistik.
Dalam surat resmi bernomor 140/INV./DPP/AWDI/BL/VII/2024 yang dikirimkan ke Ketua Dewan Pers, AWDI kemudian meminta agar sengketa ini ditinjau ulang dan ditangguhkan dari proses hukum hingga ada kejelasan.
“Kami berharap Dewan Pers bertindak arif dan bijaksana. Sengketa pers harus diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung dibawa ke polisi. Wartawan yang bekerja sesuai aturan harus mendapatkan perlindungan, bukan kriminalisasi,” tegas Budi Wahyudin.
Surat tersebut ditembuskan kepada sejumlah pihak, termasuk Kabid Humas Mabes Polri, Bupati Jembrana, Ketua DPRD Jembrana, Kapolres Jembrana, dan Kejaksaan Negeri Jembrana, serta Ketua Pengadilan Negeri Jembrana.
AWDI juga mengingatkan bahwa Pasal 8, Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU Pers memberikan perlindungan kepada wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik. Produk jurnalistik yang sah juga dikecualikan dari jeratan UU ITE.
“Jika kita membiarkan kriminalisasi wartawan terjadi, maka kebebasan pers akan terancam. Ini bukan hanya soal I Putu Suardana atau Media CMN, ini soal masa depan pers Indonesia,” tutup Ketua AWDI.(red)